• Black
  • perak
  • Green
  • Blue
  • merah
  • Orange
  • Violet
  • Golden
  • Nombre de visites :
  • 97
  • 21/6/2017
  • Date :

Risalah Amaliyah Sayid Ali Khamenei hf: Wudhu 

Makna dan tata cara berwudhu

risalah amaliyah sayid ali khamenei hf: wudhu

Makna wudhu

Yang dimaksud dengan wudhu adalah membasuh wajah dan kedua tangan, mengusap bagian depan kepala dan permukaan kedua kaki dengan syarat dan tata cara yang tertentu. Amalan ini dalam agama Islam merupakan sebuah perantara untuk mendapatkan kesucian spiritual, juga merupakan pendahuluan dari sebagian amalan-amalan wajib dan mustahab, di antaranya shalat, thawaf, membaca al-Quran, memasuki masjid dan lain sebagainya.  (Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 43)  (Baca Juga: Risalah Amaliyah Sayid Ali Khamenei hf (Thaharah))

 

Tata cara wudhu

Terdiri dari dua tahap:

1. Membasuh:

a. Membasuh wajah dari atas dahi hingga ujung dagu.

b.  Membasuh kedua tangan dari siku hingga ujung-ujung jemari.

 

2. Mengusap:

a. Mengusap bagian depan kepala.

b. Mengusap permukaan kedua kaki dari ujung jemari kaki hingga pergelangan kaki.

 

Perhatian: 

Urutan yang  harus dilakukan dalam wudhu adalah sebagai berikut: pertama, membasuh wajah dari atas dahi, yaitu dari tempat tumbuhnya rambut hingga ujung dagu, kemudian membasuh tangan kanan yang dimulai dari siku hingga ujung jemari, dilanjutkan dengan membasuh tangan kiri yang dimulai pula dari siku hingga ujung jemari, setelah itu mengusapkan tangan yang lembab pada permukaan bagian depan kepala, dan terakhir mengusapkan tangan yang lembab di atas permukaan masing-masing kaki dari ujung jemari hingga pergelangan kaki.  (Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah   43) (Baca Juga: Cara Melaksanakan Shalat Malam)

 

Pertama: Membasuh wajah dan kedua tangan

1. Dalam membasuh wajah, wajib untuk membasuh apa yang terletak antara jari tengah dan ibu jari.

(Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 44)

 

2. Berkenaan dengan basuhan pada wajah yang tertutupi oleh rambut, hanya dengan membasuh permukaan rambut saja dianggap telah mencukupi dan tidak ada kewajiban untuk menyampaikan air wudhu hingga ke kulit wajah, kecuali pada tempat dimana rambut hanya tumbuh sedikit dan kulit wajah terlihat dari luar. (Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 45)

 

3. Kebenaran dari basuhan (dalam wudhu) bergantung pada sampainya air ke seluruh anggota wudhu, meskipun dengan cara mengusap bagian tersebut dengan tangan. Akan tetapi membasuh anggota wudhu hanya dengan tangan yang lembab, tidaklah mencukupi.  (Ajwibah al-Istifta'at, no. 124)

 

4. Dalam berwudhu, wajah dan kedua tangan wajib dibasuh dari atas ke bawah, dan bila dibasuh dari bawah ke atas, maka wudhu menjadi batal. (Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 45)

 

5. Hukum pembasuhan wajah dan kedua tangan:

a. Basuhan pertama, wajib.

 

b. Basuhan kedua, mustahab.

 

c. Basuhan ketiga, ghairi masyru’ (di luar syar'i).

(Ajwibah al-Istifta'at, no. 102 dan Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 49)

 

Kedua: Mengusap kepala dan kedua kaki

Dalam berwudhu, tidak ada kewajiban untuk mengusap kepala hingga ke kulit kepala, melainkan hanya dengan mengusap permukaan depan kepala telah dianggap mencukupi, akan tetapi bila rambut dari bagian lain berkumpul di bagian depan kepala atau rambut bagian depan begitu panjang hingga tergerai di wajah atau di kedua pundak, maka mengusap pada bagian ini tidaklah mencukupi, melainkan diwajibkan untuk membuka belahan kepala atau mengusap akar rambut. (Ajwibah al-Istifta'at, no. 125 dan Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 49) 

 

Perhatian: 

Seseorang yang memakai rambut palsu pada bagian depan kepalanya, jika rambut palsu tersebut dipasang seperti topi, maka wajib baginya untuk membukanya lalu mengusap kepalanya, akan tetapi jika rambut palsu tersebut ditanam pada kulit kepala dan tidak ada kemungkinan untuk melepaskannya, atau membukanya akan membahayakan atau menyulitkannya, maka pengusapan pada rambut ini telah dianggap mencukupi meskipun rambut ini tidak memiliki kemampuan untuk menyampaikan kelembaban air ke kulit kepala.  (Ajwibah al-Istifta'at, no. 101 dan 126)

 

2. Bagian kaki yang diusap dalam wudhu adalah dari permukaan kaki yaitu dari ujung salah satu jemari kaki hingga pergelangan kaki, dan kemustahaban untuk mengusap bagian bawah jemari kaki (yaitu bagian yang akan menyentuh tanah ketika berjalan) belum terbukti. (Ajwibah al-Istifta'at, no. 111)

 

Perhatian:

Bila pengusapan kaki hanya dilakukan pada permukaan kaki dan sedikit dari jemari kaki, yaitu tidak termasuk ujung jemarinya, maka wudhu dianggap batal. Akan tetapi jika ragu apakah dia telah mengusap ujung jemari kaki ataukah belum, maka wudhunya dihukumi benar. (Ajwibah al-Istifta'at, no. 111)

 

3. Pengusapan kepala dan kedua kaki wajib dilakukan dengan menggunakan kelembaban telapak tangan yang merupakan sisa dari air wudhu, bila tidak ada kelembaban yang tersisa, maka tidak diperbolehkan membasahi telapak tangan dengan air, melainkan diwajibkan mengambil kelembaban yang ada di cambang atau alis, baru kemudian mengusapkannya ke permukaan kaki, dan ihtiyath wajibnya, pengusapan kepala harus dilakukan dengan menggunakan tangan kanan, hanya saja tidak ada kewajiban untuk melakukannya dari atas ke bawah. (Ajwibah al-Istifta'at, no. 113 dan Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 48 dan 52) 

 

Perhatian:

a. Seseorang yang tengah berwudhu tidak bermasalah apabila sambil menutup dan membuka kran pada saat membasuh wajah dan kedua tangannya, dan hal ini tidak akan mempengaruhi keabsahan wudhu, akan tetapi jika dia melakukannya setelah selesai membasuh tangan kiri dan sebelum melakukan pengusapan, yaitu dia meletakkan tangannya pada kran yang basah sehingga air wudhu yang ada di tangan bercampur dengan air di luar wudhu, maka kebenaran pengusapan dengan kelembaban yang merupakan campuran dari air wudhu dan air di luar wudhu, akan bermasalah.  (Ajwibah al-Istifta'at, no. 112)

 

b. Karena pengusapan kedua kaki harus dilakukan dengan kelembaban air wudhu yang tersisa di telapak tangan, dengan demikian ketika mengusap kepala, tangan tidak boleh menyentuh bagian atas dahi, supaya kelembaban tangan yang dibutuhkan untuk mengusap kaki tidak bercampur dengan kelembaban wajah. (Ajwibah al-Istifta'at, no. 142)

 

c. Pada saat melakukan pengusapan, tanganlah yang harus diusapkan pada kepala atau kedua kaki, jadi bila tangan hanya diam saja sementara kepala atau kedua kaki-lah yang bergerak untuk mengusap tangan yang diam tersebut, maka pengusapan menjadi batal.  (Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 50)

 

d. Tempat yang hendak diusap harus dalam keadaan kering atau tidak berada dalam tingkat kebasahan dimana kelembaban dari telapak tangan tidak memberi pengaruh padanya. (Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 51)

 

Perhatian:

Bila terdapat beberapa tetes air di permukaan kaki, maka tempat yang hendak diusap wajib dikeringkan dari tetesan air tersebut supaya ketika mengusap, kelembaban yang ada di tangan bisa memberikan pengaruh pada kaki, bukan sebaliknya.  (Ajwibah al-Istifta'at, no. 133)

 

4. Bila permukaan kaki seseorang dalam keadaan najis dan dia tidak bisa membasuhnya dengan air sebelum melakukan pengusapan, maka dia harus bertayamum.(Istifta' dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 53)

 

5. Seseorang yang lumpuh dan kedua kakinya harus dibantu dengan sepatu terapi dan tongkat ketika berjalan, dan mengeluarkan sepatu untuk mengusap kaki dalam berwudhu akan menyulitkan atau membahayakannya, maka mengusap permukaan sepatu saja telah dianggap mencukupi dan diperbolehkan. (Ajwibah al-Istifta'at, no. 120)

 

Dua Poin Berkenaan dengan Tata Cara Berwudhu 

1. Seseorang yang buang angin terus menerus, bila dia tidak mampu mempertahankan wudhunya hingga akhir shalat, dan memperbaharui wudhu pada pertengahan shalat akan menyulitkannya, maka dia bisa melakukan satu shalat dengan setiap wudhu yang dimilikinya yaitu mencukupkan diri dengan satu wudhu untuk setiap shalat, meskipun wudhunya batal pada pertengahan shalat.  (Ajwibah al-Istifta'at, no. 124)

 

2. Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan wanita dalam tata cara berwudhu, kecuali berkenaan dalam masalah membasuh tangan, dimana untuk laki-laki mustahab memulainya dari bagian luar siku, sedangkan untuk wanita dari bagian dalam siku. (Ajwibah al-Istifta'at, no. 146)

 

Sumber:

Fikih Praktis (Kumpulan fatwa-fatwa Ayatullah Al-Uzhma Sayid Ali Khamenei hf)

 

 

  • Print

    Send to a friend

    Comment (0)