• Black
  • perak
  • Green
  • Blue
  • merah
  • Orange
  • Violet
  • Golden
  • Nombre de visites :
  • 98
  • 25/10/2017
  • Date :
Pengetahuan dan Pendidikan

Pola Didik Nabi Ibrahim as dalam Membangun Keluarga Visioner (Bag-2)

Nabi Ibrahim as adalah sosok pendidik yang menyenangkan dan demokratis. Beliau mengedepankan pendekatan dialog dan musywarah. Hal itu terlihat saat beliau memceritakan mimipinya kepada Ismail as, putranya agar menyembelihnya. Beliau tidak bersikap otoriter terhadap putranya.

pola didik nabi ibrahim as dalam membangun keluarga visioner (bag-2)
Saat ini, kita banyak menyoroti kehidupan Nabi Ibrahim as, karena peristiwa yang terjadi di bulan ini banyak berkaitan dengan Nabi Ibrahim as dan keluarganya. Juga, Ibadah haji, merupakan ibadah yang manasik-manasiknya banyak menceritakan tentang kehidupan Nabi Ibrahim as dan keluarganya. Dengan mengambil berkah dari bulan ini pula, kita berusaha menggali kembali kehidupan keluarga Nabi Ibrahim as, agar kita dapat meneladaninya dalam membangun keluarga kita di zaman yang modern ini. Pola asuh dan pola didik para nabi dalam keluarganya tidak akan mengenal kata usang dan kuno, namun selalu memberikan inspirasi bagi kehidupan kita. (Baca Juga: Masihkah Orang Tua Abai Mendidik Anak?)

Pada artikel sebelumnya, kita telah menjelaskan tentang beberapa pola didik Nabi Ibrahim as dalam keluarganya. Di antaranya ialah memilihkan lingkungan dan tempat pendidikan yang tepat untuk perkembangan dan pendidikan anak-anak, juga motovasi ruhani orangtua. Motivasi ruhani ialah berupa doa-doa yang dipanjatkan oleh orangtua tanpa rasa lelah untuk anak-anaknya. Nabi Ibrahim as sebagai motivator sejati telah mencontohkan hal tersebut. Adapun langkah-langkah lainnya yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim as ialah;

Menyatukan Visi dan Misi
Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim as ialah wanita salehah yang sangat tangguh. Teguh dalam menjalankan tugas sebagai seorang istri dan ibu. Allah Swt telah memerintahkan Nabi Ibrahim as untuk membawa Hajar, ke padang tandus Mekah. Kemudian Allah Swt juga menyuruhnya untuk meninggalkan Hajar beserta anaknya yang masih kecil di tempat tersebut. Di tempat yang tidak ada kehidupan, juga tidak ada seorang pun di sana, selain Hajar dan putrany. Hajar pun menjadi single parent selama kepergian suaminya ke Palestina dalam rangka menjalankan perintah-Nya. Ia mengasuh dan mendidik putranya sendirian.

Sejak menginjakkan kakinya di tanah Mekah yang tandus dan gersang, ia melemparkan pandangan pada ke sekitarnya dengan perasaan tak menentu disertai pertanyaan kepada suaminya, Ibrahim as. Apakah ia telah meninggalkan mereka? Namun Ibrahim as diam tak menjawab. Kemudian Hajar bertanya lagi apakah ini perintah Allah Swt? Nabi Ibrahim as pun mengiyakannya. Mendengar jawabannya lalu Hajar pun berkata, “Jika demikian baiklah. Tuhan tidak akan membuat kita sia-sia.” Pada akhirnya setelah perjuangan Hajar dengan berlari kecil antara bukit Sofa dan Marwa, Allah pun mengeluarkan air zam-zam. Perjuangan keras seorang ibu demi anaknya yang kemudian diabadikan dalam salah satu ritual ibadah haji.

Saat Hajar tahu bahwa ia ditinggalkan oleh Ibrahim as bersama putranya karena perintah Allah Swt, maka ia pun ikhlas menjalaninya. Ia ikhlas karena mengetahui bahwa Allah Swt senantiasa menginginkan kebaikan hamba-nya. Ia ikhlas karena yakin bahwa hal itu demi kemaslahatan pertumbuhan dan perkembangan putranya. Karena keikhlasan itu pula Nabi Ibrahim as percaya bahwa Hajar mampu mendidik putranya.

Inilah, salah satu pola didik yang harus diteladani oleh orangtua sekarang ini. Sebelum mereka mendidik anaknya, maka terlebih dahulu antara ayah dan ibu harus menyatukan visi dan misinya. Mau dibawa kemana anak-anak? Mau didik seperti apakah anak-anak? Visi dan misi sebagai orang Mukmin tentunya harus visi dan misi dunia-akhirat, bukan hanya orentasinya dunia saja, atau pun akhirat saja.

Andaikan pun jika karena tuntutan kerja, yang lebih banyak terjun langsung mendidik anak ialah ibunya, namun tetap saja dengan keterbatasan waktu dan kesempatan yang dimiliki oleh seorang ayah, ia harus tetap menjalakan perannya sebagai ayah meski dengan jarak jauh. Menyamakan presepsi dan pandangan, ialah hal-hal yang harus didiskusikan oleh ayah dan ibu terkait dengan pendidikan anak. Si ibu dapat menjelaskan kepada anak-anaknya tentang ketidakhadiran ayahnya, sehingga anak-anak tetap merasakan kehadiran, cinta dan kasih sayang ayah mereka.

Meski secara fisik Nabi Ibrahim as tidak berada di samping putranya, namun Hajar mampu menjelaskan dan menggantikan peran ayah dengan baik. Hal itu terjadi karena pandangan, presepsinya yang sama dengan suaminya. ‘Satu kata’ antara ayah dan ibu dalam mendidik anak itu sangat penting untuk membentuk karakter anak yang teguh pendirian dan berprinsip. Sebaliknya, perbedaan visi-misi ayah dan ibu, akan membentuk anak yang berkarakter labil, dan mudah terpengaruh.

Hajar memahami tugas suaminya, karena itu ia menjalankan perannya dengan baik. Mampu mengisi kekosongan serta ketidakhadiran secara fisik peran seorang ayah dengan baik. Hajar adalah contoh wanita tangguh dan hebat yang mampu menjalankan tugasnya sebagai istri dan ibu dengan baik. Mampu menghantarkan putranya demi meraih cita-citanya. Mampu melahirkan dan membentuk generasi yang brilian.

Demokratis dan Menyenangkan
Sebagian orang mengartikan bahwa peran ayah identik dengan ketegasan, dan tak ada kompromi. Aturan dan perintahnya harus dijalankan oleh semua anggota rumah, dan menganggap kewibawaan seorang ayah ialah dalam hal-hal tersebut.

Namun, bila kita menelaah kehidupan Nabi Ibrahim as, maka beliau jauh dari sikap tersebut. Beliau sosok pendidik yang menyenangkan dan demokratis. Beliau mengedepankan pendekatan dialog dan musywarah. Hal itu terlihat saat beliau memceritakan mimipinya kepada Ismail as, putranya agar menyembelihnya. Beliau tidak bersikap otoriter terhadap putranya.

Allah Swt telah menjelaskan sikap demokratis Nabi Ibrahim as tersebut dalam al-Quran, “Wahai anakku! sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirlanlah, bagaimana pendapatmu! Ia (Ismail as) menjawab, “Wahai Ayahku, lakukanlah apa yang telah diperintahkan Allah kepadamu; insyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar. Maka ketika keduanya berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, (nyatalah kesabarannya).” [QS as-Shafat: 102-103]

Sikap demokratis memberikan dampak positif pada anak, di antaranya menumbuhkan rasa percaya diri dan merasa dihargai. Seorang ayah yang bijak ialah ayah yang tidak memaksakan kehendaknya kepada anak-anak. Anak-anak dilibatkan dalam menentukan sekolah, cita-cita, masalah, dan keputusan-keputusan penting lainnya yang berkaitan dengan anak. Tidak sedikit anak-anak yang mengambil jurusan karena paksaan orangtuanya, akhirnya gagal. Bunda Rani Razak, seorang ahli parenting berkaitan dengan sikap demokrasi itu telah menyebutkan tiga langkah; Pikir, Pilih, dan Putuskan.

– pertama, ajaklah anak untuk memikirkan berbagai alternatif solusi yang bisa diambil (Pikir).

– Kedua, berdiskusilah dengan anak, beri kebebasan padanya untuk memilih solusi yang paling tepan (Pilih).

– Ketiga, biarkan anak yang ambil keputusan (Putuskan).

Semoga kita dapat meneladani pola didik Nabi Ibrahim as, agar mampu menghasilkan generasi yang saleh, mandiri dan cerdas. (Euis Daryati)

Sumber:
www.ikmalonline.com

  • Print

    Send to a friend

    Comment (0)